Kelas : 3TB01
NPM : 27315281
Dosen : Agung Wahyudi
BAB : 3 - Studi Kasus
KONFLIK PEMBANGUNAN PABRIK SEMEN DI KENDENG
Isu lingkungan bukanlah isu baru dalam hidup
bermasyarakat, namun tidak sedkit tanda tanya yang bermunculan dalam masyarakat
untuk merespon isu-isu tersebut. Lingkungan baik dalam makna alam maupun
keadaan sosial dan ekonomi secara disadari maupun tidak memiliki sesuatu
keterikatan yang cukup erat, di mana manusia sebagai masyarakat sosial akan
saling mempengaruhi satu sama lain yang akan berdampak pada perubahan
lingkungan baik itu alam, keadaan sosial, serta ekonomi yang ada disekitarnya.
Salah satu isu yang sangat rentan saat ini adalah isu
lingkungan dalam artian alam sebagai tempat naungan masyarakat. Telah banyak
masyarakat yang menyadari permasalahan ini dan pemilik inisiatif untuk
berkontribusi menjawab permasalahan tersebut, baik secara individu maupun dalam
suatu wadah organisasi. Banyaknya pabrik yang dibangun saat ini bukan hanya
memberikan sumber pendapatan bagi masyarakat sekitarnya namun pabrik juga bisa
mempengaruhi lingkungan sekitarnya. Pabrik didirikan untuk memberikan
kesempatan kerja penduduk malah menimbulkan masalah lingkungan yang serius.
Timbulnya masalah lingkungan ini berakibat bagi kesehatan penduduk
disekitarnya. Keadaan lingkungan yang kurang baik lama-kelamaan menimbulkan
masalah bagi penduduk yang ada disekitar seperti wabah penyakit dan kerusakan
ekosistem. Hal tersebut akan memicu terjadinya konflik antara penduduk setempat
dan pihak investor. Seperti yang terjadi di Kendeng, Rembang, Jawa Tengah.
Sekilas tentang PT. Semen Gresik
PT Semen Gresik (Persero) Tbk adalah perusahaan yang
bergerak dibidang industri semen dan merupakan produsen semen yang terbesar di Indonesia. Pada tanggal 20 Desember2012, PT Semen Indonesia (Persero) Tbk resmi berganti nama dari sebelumnya
bernama PT Semen Gresik (Persero) Tbk. Diresmikan di Gresik pada tanggal 7 Agustus1957 oleh Presiden RI pertama dengan kapasitas terpasang 250.000 ton semen per tahun. Pada tanggal 8 Juli1991 Semen Gresik tercatat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya sehingga menjadikannya BUMN pertama yang go public dengan menjual 40 juta lembar saham kepada masyarakat.
Mengutip pemberitaan Supriyanto (dalam industri.bisnis.com,
2013), pabrik semen di Rembang ini merupakan salah satu dari dua proyek
pembangunan pabrik baru yang sedang dikerjakan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk
selain di Padang dan Sumatra Barat. PT Semen Indonesia (Persero)
PT Semen Indonesia melakukan ekspansi, dengan
pembangunan pabrik baru di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Kabupaten Pati dipilih
sebagai pembangunan pabrik semen karena memiliki kekayaan alam yang unik, yaitu
bentang alam kars di Pegunungan Kendeng Utara. Pegunungan ini meliputi wilayah
kabupaten Pati, Kudus, Gorongan, Blora, Rembang hingga Tuban Jawa Timur. Kars
adalah bahan baku utama pembuatan semen. Dari data Jaringan Masyarakat Peduli
Pegunungan Kendeng (JMPPK) menunjukan bahwa ekosistem kars kawasan pegunungan
kendeng utara memiliki sungai bawah tanah. Ia mampu mensuplai kebutuhan air
rumah tangga dan lahan pertanian seluas 15.873,9 Ha di Kecamatan Sukolilo dan
9.063,232 Ha di kecamatan Kayen, Kabupaten Pati.
Kekayaan alam lainnya diatas tanah Pati adalah sumber
daya hutan. Di lokasi yang akan dijadikan pabrik semen, terdapat sekitar 2.756
hektar lahan perhutani yang saat ini dikelola oleh kelompok LMDH (Lembaga
Masyarakat Desa Hutan). 5.512 orang menggantungkan hidup pada sumber daya
hutan. Di sisi lain, kekayaan alam berupa bentang alam kars menjadi incaran
perusahaan semen. Pada titik inilah ketegangan mulai muncul. Masyarakat
mengandalkan ketergantungan hidupnya pada sumber daya alam, sementara
perusahaan berkepentingan melakukan eksploitasi untuk kepentingan komersial.
Ketegangan antarawarga Rembang, Jawa Tengah dengan PT Semen Indonesia dimulai sejak 16 Juni 2014 lalu. Saat itu PT Semen Indonesia mulai meletakkan batu pertama pembangunan pabrik. Pembangunan pabrik tersebut menuai kontroversi panjang. Sebagian penduduk Pegunungan Kendeng Utara menolak rencana pembangunan tersebut. Masyarakat lokal pun melakukan penolakan. Penolakan tersebut dengan alasan bahwa pembangunan pabrik semen yang akan menambang batu gamping di pegunungan kars akan mengancam ketahanan pangan dan ketersediaan air yang telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.
Berbagai macam aksi dilakukan, sedikitnya 100 warga
terutama ibu-ibu petani asal Desa Tegaldowo, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah
mendirikan tenda di area pembangunan pabrik semen sebagai salah satu aksi
mereka yang menolak pembangunan Pabrik Semen Indonesia di Kawasan Kendeng.
Lokasi tenda yang mereka beri nama “Tenda Tolak Semen “ berada di tepi jalan
masuk ke proyek pembangunan pabrik semen di Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang.
Warga melakukannya sebagai aksi menolak pabrik semen di kawasan karst Gunung
Kendeng, yang melakukan penambangan dan merusak lingkungan tempat tinggal
mereka. Warga menyatakan akan terus bertahan hingga tuntutan mereka agar
alat-alat berat dikeluarkan dari areal tapak pabrik semen dan pertambangan
dibatalkan, terpenuhi.
Sementara itu di Jakarta sejumlah petani asal Kendeng
menggelar aksi mengecor kaki sebagai bentuk protes terhadap keberadaan Pabrik
Semen di Pegunungan Kendeng. Aksi tersebut mereka gelar di depan Istana Negara
dimotori oleh Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK), yang
didalamnya termasuk komunitas Sedulur Sikep. Aksi ini menjadi pilihan terakhir
setelah warga tidak pernah diberi kesempatan untuk menyuarakan berbagai
pelanggaran yang telah dilakukan selama persiapan proyek pembangunan pabrik
semen PT Semen Indonesia di Rembang ini. Warga tidak pernah tahu informasi yang
jelas mengenai rencana pendirian pabrik semen. Tidak pernah ada sosialisasi
yang melibatkan warga desa secara umum, yang ada hanya perangkat desa dan tidak
pernah disampaikan kepada warga. Dokumen AMDAL tidak pernah disampaikan
terhadap warga. Tidak pernah ada penjelasan mengenai dampak-dampak negatif
akibat penambangan dan pendirian pabrik semen.
Upaya penambangan di kawasan karst Watuputih dinilai
sejumlah kalangan merupakan sebuah bentuk pelanggaran. Penggunaan kawasan karst
Watuputih sebagai tempat penambangan batu kapur, melanggar Perda Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah nomor 06/2010. Pasal 63 perda
tersebut menetapkan areal menjadi kawasan lindung. (Mongabay.co.id, 2014)
Pemberitaan yang dimuat Mongabay.co.id pada tanggal 16 Juni 2014 menyebutkan bahwa penebangan kawasan hutan tidak sesuai dengan persetujuan prinsip tukar menukar kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan. Surat Nomor S. 279/Menhut-II/2013 tertanggal 22 April 2013, dalam surat tersebut menyatakan bahwa kawasan yang diijinkan untuk ditebang adalah kawasan hutan KHP Mantingan. Perlu diketahui dalam Perda no 14 tahun 2011 tentang RTRW Kab. Rembang Kecamatan Bulu tidak diperuntukkan sebagai kawasan industri besar. (Mongabay.co.id, 2014)
Mengacu pada pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi,
“Bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar – besarnya untuk kemakmuran
rakyat” maka sudah sewajarnya warga Rembang merasa diresahkan dan berujung
penolakan atas pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia.
Semestinya sumber
daya alam dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat bukan melahirkan
ketimpangan kepentingan antara pengusaha pabrik dan petani. Dilihat dari kasus
– kasus sebelumnya, penambangan dan pembangunan pabrik yang sedemikian rupa
dapat mempersempit lahan pertanian lalu menurunkan produktivitas pertanian pada
wilayah tersebut hingga bagian terburuknya adalah menyebabkan lemahnya
ketahanan pangan daerah dan nasional. Tak hanya masalah lahan, pembangunan
proyek tersebut juga dapat menyebabkan kerusakan lingkungan di sekitar,
terganggunya keseimbangan ekosistem, hilangnya daerah resapan air, dan
pencemaran limbah yang terjadi akibat proses produksi semen. Dalam UU 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa
masyarakat memiliki hak dan kesempatan berperan aktif dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, yang artinya masyarakat berhak menolak segala
macam tindakan asing yang dapat membahayakan keberlangsungan lingkungan hidup
mereka.
Jika dikaitkan dengan UUPA (Undang-Undang Pokok
Agraria), telah dijelaskan segala hal tentang tanah termasuk didalamnya
ditegaskan bahwa tanah Indonesia adalah seluruhnya untuk kemakmuran bangsa
bukan untuk kemakmuran asing. Konflik di Rembang menunjukkan adanya kelalaian
serta ketidakpedulian pemerintah terhadap nasib petani di daerah tersebut.
Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari
organisasi-organisasi dari perseorangan yang bersifat monopoli swasta (UUPA
Pasal 13).
Menyikapi konflik tersebut, Komnas HAM sejak Juni 2015
telah membentuk Tim Pemantauan dan Penyelidikan Pemenuhan HAM Masyarakat di
Sekitar Kawasan Karst. Tim yang dipimpin oleh Komisioner Muh. Nurkhoiron
tersebut hampir menyelesaikan laporannya untuk disampaikan ke Presiden dan
pihak-pihak terkait, tentang pelestarian ekosistem karst dan perlindungan HAM.
Dalam kajian itu, disimpulkan bahwa Pulau Jawa tidak layak lagi sebagai wilayah
untuk penambangan, karena daya dukungnya yang sudah sangat terbatas dan padat
oleh penduduk. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah membuat
Indeks Kebencanaan di masing-masing kabupatan/kota yang memetakan wilayah rawan
bencana di Indonesia khususnya di Pulau Jawa yang rentan oleh berbagai bencana.
Pembangunan pabrik semen yang disertai dengan penambangan batu gamping
dikhawatirkan akan menambah kerentanan bencana itu.
Selain itu, disampaikan tentang masih lemahnya data
tentang dampak pabrik semen bagi kesehatan dan penghidupan masyarakat. Padahal,
banyak pabrik semen yang telah beroperasi sejak puluhan tahun, akan tetapi
kajian atas dampak-dampaknya, masih belum dilakukan secara komprehensif.
Padahal di China, ratusan pabrik semen telah ditutup karena menjadi sumber
polutan yang besar dan sangat serius.
Dampak negatif akibat penambangan dan pendirian pabrik
semen.
·
Dampak terhadap
kuantitas dan kualitas air
Sumberdaya air dapat terkena dampak dari pembangunan
itu sendiri. Perubahan kondisi lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan
dapat berdampak pada sumberdaya air baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
Peristiwa banjir yang sering terjadi tidak terlepas dari dampak perubahan
penggunaan lahan. Pencemaran pada air sungai dan air tanah yang sering terjadi
juga merupakan dampak dari pembangunan juga. Dengan memperhatikan daur
hidrologi serta proses hidrologi yang mengalami perubahan dapat dikaji
dampak-dampak negatif yang mungkin timbul yang disebabkan oleh proses
pembangunan.
·
Dampak terhadap udara,
Efek Rumah Kaca (Green House Effect) disebabkan
oleh : Perubahan kondisi Udara (iklim) karena CO2 dan Gas Rumah Kaca yang lain,
Pencemaran Atmosfir dan Kerusakan Lapisan Ozon
·
Dampak pada kebisingan
Dampak pada kebisingan atau dampak pada tingkat
kebisingan yang terjadi didaerah proyek pembangunan atau daerah disekitar proyek
mempunyai pengaruh yang penting terhadap kesehatan masyarakat, kenyamanan hidup
masyarakat pada binatang ternak, satwa liar atau pun gangguan pada ekosistem
alam. Dampak pada kebisingan biasanya terjadi pada waktu proyek tersebut sedang
dibangun maupun sewaktu sudah berjalan. Di dunia Industri, sumber kebisingan
dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu
Ø Mesin, kebisingan yang ditimbulkan oleh aktifitas mesi
Ø Vibrasi, kebisingan yang ditimbulkan oleh akibat getaran yang ditimbulkan
akibat gesekan, benturan atau ketidakseimbangan gerakan bagian mesin. Terjadi
pada roda gigi, batang torsi, piston, fan, bearing, dan lain-lain.
Ø Pergerakan udara, gas dan cairan, kebisingan ini di timbulkan akibat
pergerakan udara, gas, dan cairan dalam kegiatan proses kerja industri misalnya
pada pipa penyalur cairan gas, outlet pipa, gas buang, jet, flare boom, dan
lain-lain.
·
Dampak terhadap cuaca
dan iklim
Penyebab utama perubahan cuaca dan iklim adalah
pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam,
yang melepas CO2 dan gas-gas lainnya seperti CO, N2O, NOx, SO2, kegiatan
manusia lainnya juga menghasilkan CFC dari AC dan gas Aerosol, serta aktivitas
pengolahan gambut juga menghasilkan CH4, yang semuanya dikenal sebagai gas
rumah kaca ke atmosfir. Ketika atmosfir semakin kaya akan gas-gas rumah kaca
ini, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak energi panas yang
dipantulkan bumi. Pembangunan gedung-gedung yang berdinding kaca juga akan
memantulkan radiasi panas dari matahari, sehingga daerah sekitar gedung ini
akan mengalami peningkatan panas. Hal ini akan mengakibatkan siklus iklim
terganggu.
·
Dampak terhadap tanah
Kerusakan tanah terjadi sebagai akibat eksplorasi
lahan yang tidak terkontrol dan kurang memperhatikan unsur lingkungan guna
mendukung jalannya pembangunan. Pembangunan dalam realitanya sering kali lebih
mengutamakan nilai ekonomis dan mengabaikan aspek lingkungan. Secara lebih
lanjut pembangunan berjalan ekspansif, diantaranya menyangkut segi pemanfaatan
ruang / lahan. Dalam pemanfaatannya sering kali aspek tata guna lahan yang
sesuai dan seimbang terabaikan sehingga pada akhirnya akan menimbulkan
terganggunya kestabilan ekosistem alam dan permasalahan lingkungan, diantaranya
kerusakan dan pencemaran tanah.
Sumber:
·
www.scribd.com
·
https://www.kompasiana.com/yelinrahmatwati/konflik-dan-kerusakan-lingkungan-pembangunan-pabrik-semen-di-rembang_58e336fac223bdff0d177295
0 komentar:
Posting Komentar