Kelas : 3TB01
NPM : 27315281
Dosen : Agung
Wahyudi
BAB : 4 – Solusi
dan saran ‘Konflik Pembangunan Pabrik Semen Rembang’
a) Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Bila dikutip
dari beberapa media online, Kepala Staf Kepresidenan, Teten Masduki, meminta
semua menunggu Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) terkait keberadaan
pabrik PT Semen Indonesia di Pegunungan Kendeng, Rembang, Jawa Tengah.
Keberadaan pabrik semen kembali menuai penolakan setelah
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo kembali menerbitkan izin lingkungan baru.
Masyarakat Rembang yang terdiri dari para petani kemudian menggelar aksi
menyemen kaki mereka di depan Kompleks Istana Kepresidenan. Mereka berkeras
menolak keberadaan pabrik semen di lingkungan mereka.
Menurut Teten Masduki, KLHS adalah solusi yang diberikan
langsung Presiden Joko Widodo untuk permasalahan ini. Soal izin lingkungan yang
diterbitkan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Teten Masduki mengaku
pemerintah pusat tak bisa mencegahnya.
Menurutnya, hasil KLHS akan menjadi dasar peninjauan
terhadap semua yang telah dilakukan. Hasil KLHS nantinya bukan menjadi
pembatas, melainkan menjadi pegangan bagi seluruh pihak berseteru, termasuk bagi
pemerintah daerah dan pusat.
Rekomendasi Menyelamatkan Alam Rembang
Hasil kajian dalam dokumen KLHS
Tahap I secara tegas menjabarkan, penambangan di kawasan CAT Watuputih, di
dalamnya mengandung batuan gamping, harus dihentikan secara bertahap hingga
2020. Bahkan hasil kajian itu merekomendasikan tak ada lagi perpanjangan maupun
Izin Usaha Pertambangan baru termasuk terhadap 22 perusahaan yang kini
beroperasi.
Namun, hasil KLHS Tahap I tak menyatakan secara eksplisit
mencabut izin perusahaan tambang. “Bukan ditutup, lho (22 IUP),” ujar Sudharto
P. Hadi, penanggung Jawab Tim Panel Pakar, kepada Tirto, Kamis (14/3).
Meski demikian, pakar manajemen lingkungan dari Universitas
Diponegoro ini menjelaskan sebenarnya tim KLHS Tahap I memperoleh fakta jika
CAT Watuputih dan sekitarnya memenuhi kriteria sebagai kawasan lindung.
Berdasarkan PP 26/2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kawasan itu
termasuk dalam kriteria untuk ditetapkan sebagai Kawasan Bentang Alam Karst
(KBAK).
“Kita tidak hanya data sekunder. Ada sebagian data
primernya. Kan dari penelitian kami sudah ada yang menunjukkan indikasi KBAK di
CAT Watuputih itu. Kemudian menjadi rujukan ESDM. ESDM mendalami lagi, lalu
menetapkan menjadi KBAK,” ujar Sudharto.
Sementara Prabang Setyono berkata "kaget" saat
menemukan kejanggalan di lapangan. Dari hasil kajian, kata Prabang, tim
menemukan jika Perda 14/2011 tentang RTRW Kabupaten Rembang 2011-2031 tak
sesuai RTRW Nasional. Dalam perda itu, Rembang justru dijadikan kawasan
budidaya untuk hasil pertambangan.
“Nah, kenapa bisa begitu? Berarti ada kebijakan dari
pemerintah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, yang memang tidak
memperhatikan daya dukung dan daya tampung itu,” kata Prabang. Meski demikian,
ia berharap, hasil KLHS Tahap I ini tak sekadar dijadikan rekomendasi. Apalagi,
menurutnya, fungsi karst di Rembang ikut menopang daerah lain lantaran
fungsinya sebagai kawasan imbuhan air.
“Dari aspek geohidrologi (air tanah), kalau daerah imbuhan
atau resapan air diambil lapisannya akan mengganggu ekosistem,” ujar Prabang.
Sementara Ganjar Pranowo, saat dikonfirmasi oleh redaksi
Tirto, justru bingung pada satu poin rekomendasi oleh tim KLHS. Menurutnya, 22
IUP di Kabupaten Rembang sama sekali tak dinyatakan untuk dicabut.
Ganjar mengatakan, terkait rekomendasi oleh Tim KLHS untuk
seluruh kawasan Pegunungan Kendeng Utara yang akan rampung dua bulan ke depan,
Pemprov Jawa Tengah masih belum mengambil keputusan.
“Sambil menunggu kajian yang akan dilakukan 6-12 bulan oleh
Badan Geologi (Kementerian ESDM),” ujarnya kepada Tirto di Hotel Shangri-La,
Kamis (13/4).
Ia menjelaskan, soal rekomendasi agar kawasan CAT Watuputih
ditetapkan kawasan lindung geologi dan KBAK, pihaknya sudah
"berkomunikasi" dengan PT Semen Indonesia. Pihak semen, kata Ganjar,
menerima keputusan oleh tim KLHS.
“Saya tanya ke Semen (Indonesia), 'Siap toh tidak menambang
dulu?' 'Oh siap, Pak. OK.' Saya kira ini kompromi paling bagus,” ujar Ganjar.
Jadi,
pada intinya, sambil menunggu kajian lebih lanjut mengenai konflik tersebut
selama 6-12 bulan ke depan oleh Badan Geologi (Kementrian ESDM), pabrik Semen
Indonesia tidak boleh melakukan aktivitas pertambangan hingga keputusan hasil
kajian.
b) Komunikasi Efektif
Luasnya wilayah Republik Indonesia dengan
jenis geografi yang berbeda disetiap wilayahnya, serta budaya yang beragam
menjadi satu masalah tersendiri dalam pembangunan, sebab kadangkala suatu
program yang direncanakan tidak sesuai dengan kondisi masyarakat setempat.
Untuk itu perlu komunikasi yang baik antara masyarakat dengan pemerintah.
Menurut Everett M. Rogers, Komunikasi adalah proses dimana
suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud
untuk mengubah tingkah laku mereka. Baik secara lisan maupun tidak langsung
secara tulisan melalui media (Onong, 2003;79). Rembang seperti penjelasan di
sebelumnya adalah memiliki sumberdaya alam yang cukup besar. Tetapi hal ini
menjadi dilema masyarakat karena adanya pendirian pabrik semen. Hal ini menjadi
masalah karena warga menolak pendirian tersebut. Sehingga, mengakibatkan
konflik antara perusahaan, pemerintah dan warga. Adanya konflik menunjukkan
perencanaan komunikasi yang dilakukan kurang tepat.
Menurut Hamijoyo (2001), adanya konflik dalam aktivitas
komunikasi adalah bukti bahwa adanya kemacetan komunikasi. Menurut Effendy
(1990), bahwa salah satu komponen komunikasi yang perlu diperhatikan supaya
komunikasi efektif adalah saluran atau media komunikasi yang digunakan. Penggunaan
media komunikasi tentunya akan mempermudah masyarakat untuk mengerti isi pesan
yang disampaikan oleh perusahaan.
Dalam tulisannya, Brulle (2010) mengemukakan bahwa
komunikasi harus digunakan untuk meningkatkan keterlibatan publik dalam
pembuatan berbagai kebijakan dan opini publik termasuk dalam proses pembangunan
infrastruktur. Model komunikasi yang digunakan perusahaan semen dikategorikan
”tidak efektif”. Hal ini disebabkan warga Rembang tidak terlibat atau
berpartisipasi dalam proses komunikasi secara langsung berkomunikasi tatap muka
dengan komunikator (pemerintah atau perusahaaan) sehingga menimbulkan konflik.
Untuk pembangunan yang stategis komunikasi yang efektif sangat diperlukan.
Dengan demikian program pembangunan akan berjalan dengan baik tanpa konflik.
Disini sebelum melakukan pembangunan maka langkah yang baik adalah terciptanya
komunikasi antara warga dengan pemerintah/perusahaan.
Menurut Garret Hardin, istilah konflik lingkungan yang
terjadi di Rembang diatas adalah seperti “The Tragedy of the commons”. Tragedy
of the commons dimaksud adalah menggambarkan berkurangnya sumber daya alam
bersama (commons) karena setiap individu (yang berkepentingan) bertindak secara
bebas dan rasional untuk kepentingan diri sendiri tanpa menyadari bahwa berkurangnya
sumber daya bersama bertentangan dengan kepentingan kelompok dalam jangka
panjang.
Framing dari kemungkinan strategi komunikasi yang dilakukan
adalah dengan manajemen krisis yang bersifat dialog. (dalam Loefstedt) PT.
Semen Indonesia melalui PT. Semen Gresik pada dasarnya memiliki kewajiban untuk
terus melakukan produksi, sehingga sebagai BUMN tidak ikut membebani negara.
Capaian sebagai perusahaan multi nasional juga pada dasarnya merupakan prestasi
sehingga tidak hanya mampu mencukupi dalam negeri saja melainkan juga mampu
masuk dalam pasar internasional. Alasan – alasan rasional ekonomi inilah yang
kemudian menjadi alasan kuat kenapa PT. Semen Gresik harus mendirikan tambang
baru. Pada dasarnya UU No. 41/1999 menetapkan peraturan penggunaan hutan untuk
kepetingan non hutan, tetapi hanya boleh diberikan pada hutan produksi. Kawasan
pegunungan karst di Kendeng kemudian melalui peraturan tersebut dapat digunakan
sebagai hutan produksi.
Manajemen krisis yang dilakukan secara top down kemudian
tidak memberikan kesempatan adanya dialog antara masyarakat, perusahaan, dan
pemerintah. Perusahaan yang telah menggandeng pemerintah melalui izin yang
telah diberikan kemudian berusaha untuk terus mempertahankan usahanya agar
dapat mendirikan pabrik. Masyarakat yang tidak memiliki kesempatan untuk
berdialog tentu akan memberikan perlawanan karena telah berusaha memasuki zona
nyaman yang telah dibentuk bertahun – tahun. Proses pengambilan keputusan yang
top down oleh pemerintah juga perlakuan perusahaan yang juga top down atas izin
yang diperoleh kemudian memberikan kesan bahwa tidak ada lagi usaha untuk
dialog bersama.
Sumber:
https://tirto.id/di-balik-hasil-klhs-tahap-i-untuk-konflik-semen-rembang-cmGC
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170315001121-20-200146/teten-klhs-solusi-polemik-pabrik-semen-rembang/
0 komentar:
Posting Komentar