Nama : Yolla Ristyani Dewi
NPM : 27315281
Kelas : 2TB01
Matkul : Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen : Sudjiran
Pertemuan : Tiga dan Empat – Bab 10
OTONOMI
DAERAH DAN IMPLEMENTASINYA
Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi
secara sempit diartikan sebagai “mandiri”, sedangkan dalam arti luar adalah
“berdaya”. Jadi otonomi daerah yang dimaksud disini adalah pemeberian
kewenangan pemerintah kepada pemerintah daerah untuk secara mandiri atau
berdaya membuat keputusan mengenai kepentingan daerahnya sendiri.
Latar Belakang Otonomi Daerah
Krisis
ekonomi dan politik yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 telah
memporak-porandakan hampir seluruh sendi-sendi ekonomi dan politik negeri ini
yang telah dibangun cukup lama. Lebih jauh lagi, krisis ekonomi dan politik,
yang menjadi multikrisis, telah mengakibatkan semakin rendahnya tingkat
kemampuan dan kapasitas negara dalam menjamin kesinambungan pembangunan. Krisis
tersebut salah satunya disebabkan oleh sistem manajemen negara dan pemerintahan
yang sentralistik, dimana kewenangan dan pengelolaan segala sektor pembangunan
berada dalam kewenangan pemerintah pusat, sementara daerah tidak memiliki
kewenangan untuk mengelola dan mengatur daerahnya.
Sebagai respons dari krisis tersebut,
pada masa reformasi dicanangkan suatu kebijakan restrukturisasi sistem
pemerintahan yang cukup penting, yaitu melaksanakan otonomi daerah dan
pengaturan perimbangan keuangan antarpusat dan daerah.
Tujuan Dan Prinsip Otonomi Daerah
Tujuan dilaksanakannya otonomi daerah
menurut pendapat beberapa ahli adalah sebagai berikut:
1.
Dilihat dari segi
politik, penyelenggaraan otonomi daerah dimaksudkan untuk mencegah penumpukan
kekuasaan di pusat dan membangun masyarakat yang demokratis, untuk menarik
rakyat ikut serta dalam pemerintahan, dan melatih diri dalam menggunakan
hak-hak demokrasi.
2.
Dilihat dari segi
pemerintahan. Penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk mencapai pemerintahan
yang efisien.
3.
Dilihat dari segi
sosial budaya, penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan agar perhatian lebih
fokus kepada daerah.
4.
Dilihat dari segi
ekonomi, otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut berpartisipasi
dalam pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
Sedangkan
ada pula beberapa prinsip-prinsip otonomi daerah yang dijadikan pedoman dalam
penyelenggaraan pemerintah negara sebagaimana terdapat dalam UU No. 22 Tahun
1994 adalah sebagai berikut:
1.
Penyelenggaraan
otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan,
pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2.
Pelaksanaan
otonomi daerah dilaksanakan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggung jawab.
3.
Pelaksanaan
otonomi daerah yang utuh dan luas diletakan pada daerah kabupaten dan daerah
kota, sedang pada daerah propinsi merupakan otonomi yang terbatas.
4.
Pelaksanaan
otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin
hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar-daerah.
5.
Pelakasanaan
otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan
karenanya dalam daerah kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administrasi.
Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah atau pihak
lain, seperti badan otorita, kawasan pelabuhan, kawasan pertambangan, kawasan
perumahan, kawasan industri, kawasan perkebunan, kawasan kehutanan, kawasan
perkotaan baru, kawasan pariwisata, dan semacamnya beraku ketentuan peraturan
daerah otonom.
6.
Pelaksanaan
otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif
daerah, baik fungsi legislasi, fungsi pengawasan maupun fungsi anggaran atas
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
7.
Pelaksanaan asas
dekonsentrasi diletakan pada daerah propinsi dalam kedudukannya sebagai wilayah
administrasi utuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang
dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah.
8.
Pelaksanaan asas
tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah,
tetapi juga dari pemerintah dan daerah kepada desa yang disertai dengan pembiayaan,
sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan
pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
Implementasi Otonomi Daerah
Implementasi
otonomi daerah bagi daerah tingkat 1 dan tingkat 2, seiring dengan pelimpahan
wewenang pemerintah pusat dapat dikelompokkan dalam lima bidang yaitu
implementasi dalam pembinaan wilayah, pembinaan sumber daya manusia,
penanggulangan dan percepatan penurunan kemiskinan, penataan hubungan
fungsional antara DPRD dan pemerintah daerah, serta peningkatan koordinasi atau
kerja sama tim (team work).
1. Implementasi Otonomi Daerah dalam Pembinaan
Wilayah
Pelaksanaan
otonomi daerah tidak secara otomatis menghilangkan tugas, peran, dan
tanggungjawab pemerintah pusat, karena otonomi yang dijalankan bukan otonomi
tanpa batas. Penjelasan pasal 18 UUD 1945 menyatakan bahwa “Indonesia itu satu
eenheidstaat”, Indonesia tidak akan mempunyai daerah dengan status staat atau
negara. Otonomi tidak dirancang agar suatu daerah memiliki sifat-sifat seperti
suatu negara. Pemerintah pusat dalam kerangka otonomi masih melakukan
pembinaaan wilayah. Pembinaan wilayah dapat diartikan bagaiman mengelola dan
mengerahkan segala potensi wilayah suatu daerah untuk di dayagunakan secara
terpadu guna mewujudkan kesejahteraan rakyat. Potensi wilayah termasuk segala
potensi sumber daya yang mencakup potensi kependudukan, sosial ekonomi, sosial
budaya, politik dan pertahanan keamanan.
Pola pembinaan wilayah dilaksanakan
dengan mendelegasikan tugas-tugas pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
dilaksanakan, dan dipertanggungjawabkan oleh pemerintah daerah. Pada prinsipnya
pembinaan wilayah diserahkan kepada daerah unuk mengelola sumber daya yang
potensial untuk kesejahteraan daerah, dan dalam negara kesatuan, tugas
pemerintah pusat melakukan pengawasan. Bentuk pengawasan dalam otonomi daerah
adalah seluruh rancangan kegiatan dan anggaran daerah tingkat II dibuat kepala
daerah dan DPRD II, serta diperiksa oleh gubernur. Untuk rencana kegiatan dan
anggaran tingkat I, dibuat gubernur dan DPRD I, dan diperiksa oleh menteri
dalam negeri atas nama pemerintah pusat.
Tugas dan
fungsi pembinaan wilayah meliputi prinsip pemerintahan umum, yaitu
penyelenggaraan pemerintahan pusat di daerah, memfasilitasi dan mengakomodasi
kebijakan daerah, menjaga keselarasan pemerintah pusat dan daerah, menciptakan
ketenteraman dan ketertiban umum, menjaga tertibnya hubungan lintas batas dan
kepastian batas wilayah, menyelenggarakan kewenangan daerah, dan menjalankan
kewenangan lain.
Pejabat pembina wilayah dilaksankan
oleh kepala daerah yang menjalankan dua macam urusan pemerintahan, yaitu urusan
daerah dan urusan pemerintahan umum.
2. Implementasi
Otonomi Daerah dalam Pembinaan Sumber Daya Manusia
Pelaksaan
otonomi daerah memberikan wewenang pembinaan sumber daya manusia kepada daerah.
Hal ini tugas berat bagi daerah, karena SDM pada umumnya mempunyai tingkat
kompetensi, sikap, dan tingkah laku yang tidak maksimal. Menurut kaloh (2002)
banyak faktor yang menyebabkan kinerja pegawai negeri sipil (PNS) rendah,
yaitu: (a) adanya monoloyalitas PNS kepada satu partai pada zaman ORBA,
sehingga mendorong PNS bermain politik praktis atau tersembunyi, (b) prose
rekrutmen PNS masih tidak sesuai dengan ketentuan yang ada berdasarkan jenis
dan persyaratan pekerjaan, (c) rendahnya tingkat kesejahteraan, (d) penempatan
dan jenjang karir tidak berdasarkan jenjang karir dan bidang keahlian, dan (e)
PNS terkesan kurang ramah, kurang informatif, dan lamban dalam memberikan
pelayanan.
Dalam era otonomi, daerah harus
mempersiapkan SDM untuk memenuhi kebutuhan dan prinsip keterbukaan dan
akuntabilitas. Pemerintah membutuhkan PNS yang tanggap, responsip, kreatif, dan
bekerja secara efektif.
Untuk menunjang kinerja daerah dalam
rangka kerja sama antar daerah dan pusat, pemda membutuhkan SDM yang mempunyai
kemampuan mengembangkan jaringan dan kerja sam tim, dan mempunyai kualitas
kerja yang tinggi.
Untuk pembinaan SDM, pemda diharapkan:
(1)
membuat struktur
organisasi yang terbuka,
(2)
menyediakan media
untuk PNS berkreatif dan membuat terobosan baru,
(3)
mendorong PNS
berani mengambil resiko,
(4)
memberikan
penghargaan bagi yang berhasil,
(5)
mengembangkan
pola komunikasi yang efektif antar PNS,
(6)
membangu suasana
kerja di PNS yang inovatif,
(7)
mengurangi
hambatan birokrasi,
(8)
mencegah tindakan
intervensi yang mengganggu proses kerja profesional; dan
(9)
mendelegasikan
tanggung jawab dengan baik.
Memperbaiki cara kerja birokrasi dengan
cara memberikan teladan, membuat perencanaan, melaksanakan kerja denga
pengawasan yang memadai, menentukan prioritas, memecahkan masalah dengan
inoivatif, melakukan komunikasi lisan dan tulisan, melakukan hubungan antar
pribadi, dan memperhatikan waktu kehadiran dan kretaivitas.
Mengurangi penyimpangan pelayanan
birokrasi. Pelayanan pemerintah sering kali banyak mengalami penyimpangan yang
disebabkan sistem birokrasi, atau keinginan menambah penghasilan dari pegawai.
Pemda harus melakukan perbaikan dengan: menegakan disiplin pegawai dengan
memberikan penghargaan dan sanksi, memberikan pelayanan yang berorientasi
pelanggan, menetapkan tanggung jawab dengan jelas, dan mengembangkan budaya
birokrasi yang bersih, serta memberikan pelayanan cepat dan tepat dengan biaya
murah.
3. Implementasi Otonomi Daerah dalam
Penanggulangan Kemiskinan
Masalah merupakan masalah penting bagi
pemerintah daerah. Otonomi memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola
sumber daya dengan tujuan peningkatan kesejahteraan penduduk di wilayahnya.
Pengentasan kemiskinan menjadi tugas
penting dari UU nomor 25 tahun 1999,
dimana pemda mempunyai wewenang luas, dan didukung dana yang cukup dari APBD.
Pengentasan kemiskinan menggunakan prinsip: penegmbangan SDM dengan
memberdayakan peranan wanita, membrdayakan dan memprmudah akses keluarga miski
utuk berusaha, dengan mendekatkan pada modal dan pemasaran produknya,
menanggulangi bencana, dan membuat kebijakan yang berpihak kepada rakyat
miskin.
Program penanggulangan kemiskinan
harus dilakukan berdasarka karakter penduduk dan wilayah, dengan melakukan
koordinasi antar-instansi yang terkait.
Pembangunan dalam rangka
penanggulangan kemiskinan harus mengedepankan peran masyarakat dan sektor
swasta, dengan melakukan ivestasi yang dapat menyerap tenaga kerja dan pasar
bagi penduduk miskin.
Membangun paradigma baru tentang
peranan pemda, yaitu dari pelaksana menjadi fasilitor, memberikan interuksi
menjadi melayani, mengatur menjadi memberdayakan masyarakat, bekerja memenuhi
aturan menjadi bekerja untuk mencapai misi pembangunan.
Dalam pemberdayan masyarakat, peranan
pemda adalah memberikan legitimasi kepada LSM dan masyarakat penerima bantuan,
menjadi penengah apabila terjadi konflik, mendorong peningkatan kemampuan
keluarga miskin, turut mengendalikan pembangunan fisik, dan memberikan
sosialisasi gerakan terpadu pengentasan kemiskinan.
Pemda dalam rangka percepatan
penanggulangan kemiskinan dapat mengambil kebijakan keluarga, yaitu mendata
dengan benar karakter keluarga miskin, mengidentifikasi tipe dan pola keluarga
miskin, melakukan intervensi kebijakan, yang meliputi kebijakan penyediaan
sumber daya melalui pendidikan dan pelatihan, menyediakan program yang
mendorong kesempatan kerja, dan menyediakan program untuk membangun lingkungan
fisik masyarakat miskin, seperti prasarana jalan, jembatan, perumahan, listrik
dan air bersih, dan pada tahap akhir pemda melakukan evaluasi efektivitas dari
pelaksanaan penanggulangan kemiskinan.
4. Implementasi Otonomi Daerah dalam Hubungan
Fungsional Eksekutif dan Legislatif
Hubungan
eksekutif (pemda) dan legislatif (DPRD) dalam era otonomi mencuat dengan
munculnya ketidakharmonisan antara pemda dan DPRD. Ketidakharmonisan dipicu
oleh interprestasi dari UU nomor 22 tahun 1999, yang menyatakan peran
legislatif lebih dominan dibandingkan peran pemda, dan hal ini bertentangan
dengan kondisi sebelumnya, dimana pemda lebih dominan daripada DPRD.
Ketidakharmonisan harus dipecahkan
dengan semangat otonomi, yaitu pemberian wewenang kepada daerah untuk mengatur
daerahnya dalam menjawab permasalahan rakyat, yang meliputi administrasi
pemrintahan, pembangunan, dan pelayanan publik.
Asas dalam
otonomi menurut UU No. 22 tahun 1994 adalah: (1) penyerahan wewenang dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah, kecuali dalam bidang hankam, luar
negeri, peradilan, agama, mpneter, dan fiskal, (2) pelimpahan wewenang pusat
kepada gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah, dan (3) pembantuan
yaitu penugasan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan
tugas teretentu yang disertai pembiayaan, sarana dan prasarana, serta SDM,
dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan pertanggungjawaban kepada
pemerintah pusat.
Kepala daerah mempunyai wewenang
memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan DPRD, bertanggung jawab kepada DPRD, dan menyampaikan laporan atas
penyelenggaraan pemerintah daerah kepada presiden melalui mendagri, minimal
satu tahun sekali melalui gubernur.
DPRD dalam era otonomi mempunyai
wewenang dan tugas: memilih gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati atau
walikota/ wakil walikota, membentuk peraturan daerah, menetapkan anggaran pendapatan
belanja daerah, melaksankan pengawasan. Memberikan saran pertimbangan terhadap
perjanjian internasional menyangkut kepentingan daerah, serta menampung dan
menindaklanjuti aspirasi rakyat.
Kepala daerah dan DPRD dalam melakukan
tugasnya dapat melakukan komunikasi yang intensuf, baik untuk tukar menukar
informasi, dan pengembangan regulasi maupun klarifikasi suatu masalah.
Prinsip kerja dalam hubungan antara
DPRD dengan kepala daerah adalah: proses pembuatan kebijakan transparan,
pelaksanaan kerja melalui mekanisme akuntabilitas, bekerja berdasarkan susduk,
yang mencakup kebijakan, prosedur dan tata kerja, menjalankan prinsip kompromi,
dan menjunjung tinggi etika.
5. Implikasi Otonomi Daerah dalam Membangun Kerja
Sama Tim
Koordinasi
merupakan maslah yang serius dalam pemerintah daerah. Sering bongkar dan pasang
sarana dan prasarana seperti PAM,PLN, dan Telkom menunjukan lemahnya koordinasi
selama ini.
Dalam rangka otonomi, di mana pemda
mempunyai wewenang mengatur enam bidang selain yang diatur pusat, maka pemda
dapat mengatur sektir riil seperti transportasi, sarana/prasarana, pertanian,
dan usaha kecil, serta wewenang lain yang ditentukan undang-undang.
Lemahnya koordinasi selam otonomi
daerah telah menimbulkan dampak negatif, di antaranya: inefisiensi organisasi
dan pemborosan uang, tenaga dan alat, lemahnya kepemimpinan koordinasi yang
menyebabkan keputusan tertunda-tunda, tidak tepat dan terjadi kesalahan, serta
tidak terjadi integrasi dan sinkronisasi pembangunan.
Penyebab kurangnya koordinasi dalam
era otonomi daerah di pemda antara lain karena sesama instansi belum mempunyai
visi yang sama, tidak adanya rencana pembangunan jangka panjang yang
menyebabkan arah kebijakan tidak strategis, rendahnya kemauan kerja sama, gaya
kepemimpinan yang masih komando, rendahnya keterampilan, integritas dan
kepercayaan diri.
Dalam rangka meningkatkan koordinasi,
maka pemerintah daerah harus menciptakan kerja sama tim. Kerja tim dilaksanakan
dengan (1) pelatihan kepada PNS pemda untuk menumbuhkan komitmen, integritas,
kejujuran, rasa hormat dan percaya diri, peduli terhadap pemerintah daerah,
mempunyai kemauan dan tanggung jawab, matang secara emosi, dan mempunyai
kompetensi, (2) mengembangkan visi dan misi pemerintahan daerah yang menjadi
acuan kerja, (3) membuat sistem kerja yang baik, yaitu adanya kejelasan tugas
pokok, fungsi dan akuntabilitas pekerjaan, dan (4) membangun suasana dialogis
antar pimpinan dan staf pemda.
Terkait dengan implementasi otonomi
daerah, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk keberhasilan
otonomi daerah, yaitu:
1.
Meningkatkan
kualitas SDM. Yang dapat dilakukan melalui:
2.
Pelaksanaan
seleksi PNS yang jelas, ketat, yang baik, serta berdasarkan pekerjaan dan
spesifikasi lowongan pekerjaan.
3.
Peningkatan
kompetensi, keterampilan, dan sikap melalui pelatihan dan pendidikan, sesuai
dengan kebutuhan pemerintah daerah, serta mengevaluasi keefektifan program
pendidikan dan pelatihan.
4.
Penempatan PNS
berdasarkan kompetensi, minat, dan bakat, serta kebutuhan pemerintah daerah.
5.
Pengembangan SDM
yang kreatif, inovatif, fleksibel, profesional, dan sinergis di pemda.
6.
Menindaklanjuti
ketentuan undang-undang tentang otonomi dengan peraturan daerah yang terkait
dengan kelembagaan, kewenangan, tanggung jawab, pembiayaan, SDM, dan sarana
penunjang terhadap penugasan wewenang yang dilimpahkan pemerintah pusat.
7.
Meningkatkan
peran aktif masyarakat dalam bidang politik, ekonomi, sosial budaya, dan
hankam.
8.
Mengembangkan
sistem manajemen pemerintahan yang efektif, objektif, rasional, dan modern.
Daftar
pustaka
Prof. Dr.
Azyumaroi Azra, MA.2003. pendidikan kewargaan (civic education) : demokrasi,
Hak asasi manusia dan masyarakat madani (jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah)
Sriyanti,
A.Rahman dkk, 2009, pendidikan kewarganegaraan untuk mahasiswa.yogyakarta :
geraha ilmu).
Sumber: https://syulhadi.wordpress.com/my-document/umum/ilmu-politik/otonomi/implementasipelaksanaan-otonomi-daerah-di-indonesia/
0 komentar:
Posting Komentar