Nama : Yolla
Ristyani Dewi
NPM : 27315281
Kelas : 1TB01
Dosen : Ary Natalina
KEMISKINAN DI INDONESIA
A.
Definisi
Dalam kamus ilmiah populer, kata
“Miskin” mengandung arti tidak berharta (harta yang ada tidak mencukupi
kebutuhan) atau bokek. Adapun kata “fakir” diartikan sebagai orang yang sangat
miskin. Secara Etimologi makna yang terkandung yaitu bahwa kemiskinan sarat
dengan masalah konsumsi. Hal ini bermula sejak masa neo-klasik di mana
kemiskinan hanya dilihat dari interaksi negatif (ketidakseimbangan) antara
pekerja dan upah yang diperoleh.
Seiring perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, maka perkembangan arti definitif dari pada
kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Berawal dari sekedar ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan hingga pengertian
yang lebih luas yang memasukkan komponen-komponen sosial dan moral. Misal,
pendapat yang diutarakan oleh Ali Khomsan bahwa kemiskinan timbul oleh karena
minimnya penyediaan lapangan kerja di berbagai sektor, baik sektor industri
maupun pembangunan. Senada dengan pendapat di atas adalah bahwasanya kemiskinan
ditimbulkan oleh ketidakadilan faktor produksi, atau kemiskinan adalah
ketidakberdayaan masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh pemerintah
sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi. Arti
definitif ini lebih dikenal dengan kemiskinan struktural.
Deskripsi lain, arti definitif
kemiskinan yang mulai bergeser misal pada awal tahun 1990-an definisi
kemiskinan tidak hanya berdasarkan tingkat pendapatan, tapi juga mencakup
ketidakmampuan di bidang kesehatan, pendidikan dan perumahan. Di penghujung
abad 20-an telah muncul arti definitif terbaru, yaitu bahwa kemiskinan juga
mencakup kerentanan, ketidakberdayaan dan ketidakmampuan untuk menyampaikan
aspirasi.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian:
·
kemiskinan absolut
Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila
hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan,
pendidikan.
·
kemiskinan relatif
Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya
telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan
masyarakat sekitarnya.
·
kemiskinan kultural
Sedang miskin
kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang
tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari
pihak lain yang membantunya.
B.
Indikator-indikator Kemiskinan
Untuk menuju solusi kemiskinan
penting bagi kita untuk menelusuri secara detail indikator-indikator kemiskinan
tersebut.
Adapun indikator-indikator kemiskinan sebagaimana di kutip
dari Badan Pusat Statistika, antara lain sebagi berikut:
1.
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar
(sandang, pangan dan papan).
2.
Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup
dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
3.
Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya
investasi untuk pendidikan dan keluarga).
4.
Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat
individual maupun massa.
5.
Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan
terbatasnya sumber daya alam.
6.
Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial
masyarakat.
7.
Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata
pencaharian yang berkesinambungan.
8.
Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik
maupun mental.
9.
Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial
(anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin,
kelompok marginal dan terpencil).
C.
Penyebab Kemiskinan
Di bawah ini beberapa penyebab
kemiskinan menurut pendapat Karimah Kuraiyyim. Yang antara lain adalah:
a.
Merosotnya standar perkembangan pendapatan
per-kapita secara global.
Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar
pendapatan per-kapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada
suatu sistem. Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan
per-kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas
menyusut maka pendapatan per-kapita akan turun beriringan.
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan
standar perkembangan pendapatan per-kapita:
a)
Naiknya standar perkembangan suatu daerah.
b)
Politik ekonomi yang tidak sehat.
c)
Faktor-faktor luar neger, diantaranya:
- Rusaknya
syarat-syarat perdagangan
- Beban hutang
- Kurangnya
bantuan luar negeri, dan
- Perang
b.
Menurunnya etos kerja dan produktivitas
masyarakat.
Terlihat jelas faktor ini sangat
urgen dalam pengaruhnya terhadap kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menaikkan
etos kerja dan produktivitas masyarakat harus didukung dengan SDA dan SDM yang
bagus, serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang bisa dipertanggungjawabkan
dengan maksimal
c.
Biaya kehidupan yang tinggi.
Melonjak tingginya biaya
kehidupan di suatu daerah adalah sebagai akibat dari tidak adanya keseimbangan
pendapatan atau gaji masyarakat. Tentunya kemiskinan adalah konsekuensi logis
dari realita di atas. Hal ini bisa disebabkan oleh karena kurangnya tenaga
kerja ahli, lemahnya peranan wanita di depan publik dan banyaknya pengangguran.
d.
Pembagian subsidi in come pemerintah yang kurang
merata.
Hal ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok
dan jaminan keamanan untuk para warga miskin, juga secara tidak langsung
mematikan sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi lain rakyat miskin masih
terbebani oleh pajak negara.
D.
Perkembangan Tingkat Kemiskinan di
Indonesia
Bagaimana perkembangan tingkat
kemiskinan di Indonesia? Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
meluncurkan laporan tahunan Pembangunan manusia (Human Development Report) 2006
yang bertajuk Beyord scarcity; power, poverty dan the global water. Laporan ini
menjadi rujukan perencanaan pembangunan dan menjadi salah satu Indikator
kegagalan atau keberhasilan sebuah negara menyejahterakan rakyatnya. Selama
satu dekade ini Indonesia berada pada Tier Medium Human Development peringkat
ke 110, terburuk di Asia Tenggara setelah Kamboja.
Jumlah kemiskinan dan persentase penduduk miskin selalu
berfluktuasi dari tahun ke tahun, meskipun ada kecenderungan menurun pada salah
satu periode (2000-2005). Pada periode 1996-1999 penduduk miskin meningkat
sebesar 13,96 juta, yaitu dari 34,01 juta(17,47%) menjadi 47,97 juta (23,43%)
pada tahun 1999. Kembali cerah ketika periode 1999-2002, penduduk miskin
menurun 9,57 juta yaitu dari 47,97 (23,43%) menurun menjadi 38,48 juta
(18,20%). Keadaan ini terulang ketika periode berikutnya (2002-2005) yaitu
penurunan penduduk miskin hingga 35,10 juta pada tahun 2005 dengan presentasi
menurun dari 18,20% menjadi 15,97 %. Sedangkan pada tahun 2006 penduduk miskin
bertambah dari 35,10 juta (15,97%) menjadi 39,05 juta (17,75%) berarti penduduk
miskin meningkat sebesar 3,95 juta (1,78%).
Adapun laporan terakhir, Badan Pusat Statistika ( BPS ) yang
telah melaksanakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada bulan Maret
2007 angka resmi jumlah masyarakat miskin adalah 39,1 juta orang dengan kisaran
konsumsi kalori 2100 kilo kalori (kkal) atau garis kemiskinan ketika pendapatan
kurang dari Rp 152.847 per-kapita per bulan.
E.
Penjelasan Teknis dan Sumber Data
Sebagai tinjauan kevalidan dan pemahaman data di atas secara
lugas, dipaparkan penjelasan data dan sumber data yang diambil dari Berita
Resmi Statistika No.47/ IX/ 1 September 2006, yaitu sebagai berikut:
a.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan
konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (Basic Needs Approach). Dengan
pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi.
Untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi
pengeluaran. Dengan pendekatan ini dapat dihitung Head Count Indeks (HCI) yaitu
persentase penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan.
b.
Metode yang digunakan menghitung Garis
Kemiskinan(GK) yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan
(GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Perhitungan garis kemiskinan
dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin
adalah penduduk yang memiliki rata-rata pendapatan per-kapita di bawah garis
kemiskinan.
c.
Sumber utama data yang dipakai untuk menghitung
kemiskinan adalah data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) panel Februari
2005 dan Maret 2006. Sebagai informasi tambahan,digunakan juga Survei Paket
Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD) yang dipakai untuk memperkirakan Proporsi dari
Pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.
F.
Tantangan Kemiskinan di Indonesia
Masalah kemiskinan di Indonesia sarat sekali hubungannya
dengan rendahnya tingkat Sumber Daya Manusia (SDM). dibuktikan oleh rendahnya
mutu kehidupan masyarakat Indonesia meskipun kaya akan Sumber Daya Alam (SDA).
Sebagaimana yang ditunjukkan oleh rendahnya Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM)
Indonesia pada tahun 2002 sebesar 0,692. yang masih menempati peringkat lebih
rendah dari Malaysia dan Thailand di antara negara-negara ASEAN. Sementara,
Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) Indonesia pada tahun yang sama sebesar 0,178.
masih lebih tinggi dari Filipina dan Thailand. Selain itu, kesenjangan gender
di Indonesia masih relatif lebih besar dibanding negara ASEAN lainnya.
Tantangan lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota.
Proporsi penduduk miskin di pedesaan relatif lebih tinggi dibanding perkotaan.
Data Susenas (National Social Ekonomi Survey) 2004 menunjukkan bahwa sekitar
69,0 % penduduk Indonesia termasuk penduduk miskin yang sebagian besar bekerja
di sektor pertanian. Selain itu juga tantangan yang sangat memilukan adalah
kemiskinan di alami oleh kaum perempuan yang ditunjukkan oleh rendahnya
kualitas hidup dan peranan wanita, terjadinya tindak kekerasan terhadap
perempuan dan anak, serta masih rendahnya angka pembangunan gender
(Gender-related Development Indeks, GDI) dan angka Indeks pemberdayaan Gender(Gender
Empowerment Measurement,GEM).
Tantangan selanjutnya adalah otonomi daerah. di mana hal ini
mempunyai peran yang sangat signifikan untuk mengentaskan atau menjerumuskan
masyarakat dari kemiskinan. Sebab ketika meningkatnya peran keikutsertaan pemerintah
daerah dalam penanggulangan kemiskinan. maka tidak mustahil dalam jangka waktu
yang relatif singkat kita akan bisa mengentaskan masyarakat dari kemiskinan
pada skala nasional terutama dalam mendekatkan pelayanan dasar bagi masyarakat.
Akan tetapi ketika pemerintah daerah kurang peka terhadap keadaan lingkungan
sekitar, hal ini sangat berpotensi sekali untuk membawa masyarakat ke jurang
kemiskinan, serta bisa menimbulkan bahaya laten dalam skala Nasional.
G.
Kebijakan dan Program Penuntasan
Kemiskinan
Upaya penanggulangan kemiskinan
Indonesia telah dilakukan dan menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai
prioritas utama kebijakan pembangunan nasional. Kebijakan kemiskinan merupakan
prioritas Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan
lebih rinci dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun serta digunakan
sebagai acuan bagi kementrian, lembaga dan pemerintah daerah dalam pelaksanaan
pembangunan tahunan.
Sebagai wujud gerakan bersama dalam mengatasi kemiskinan dan
mencapai Tujuan pembangunan Milenium, Strategi Nasional Pembangunan Kemiskinan
(SPNK) telah disusun melalui proses partisipatif dengan melibatkan seluruh
stakeholders pembangunan di Indonesia. Selain itu, sekitar 60 % pemerintah
kabupaten/ kota telah membentuk Komite penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD)
dan menyusun Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) sebagai dasar
arus utama penanggulangan kemiskinan di daerah dan mendorong gerakan sosial
dalam mengatasi kemiskinan.
Adapun langkah jangka pendek yang diprioritaskan antara lain
sebagai berikut:
a)
Mengurangi kesenjangan antar daerah dengan; (i)
penyediaan sarana-sarana irigasi, air bersih dan sanitasi dasar terutama
daerah-daerah langka sumber air bersih. (ii) pembangunan jalan, jembatan, dan
dermaga daerah-daerah tertinggal. (iii) redistribusi sumber dana kepada
daerah-daerah yang memiliki pendapatan rendah dengan instrumen Dana Alokasi
Khusus (DAK) .
b)
Perluasan kesempatan kerja dan berusaha
dilakukan melalui bantuan dana stimulan untuk modal usaha, pelatihan
keterampilan kerja dan meningkatkan investasi dan revitalisasi industri.
c)
Khusus untuk pemenuhan sarana hak dasar penduduk
miskin diberikan pelayanan antara lain (i) pendidikan gratis sebagai penuntasan
program belajar 9 tahun termasuk tunjangan bagi murid yang kurang mampu (ii)
jaminan pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di puskesmas dan
rumah sakit kelas tiga.
Di bawah ini merupakan contoh dari upaya mengatasi
kemiskinan di Indonesia.
Contoh dari upaya kemiskinan adalah di propinsi Jawa Barat
tepatnya di Bandung dengan diadakannya Bandung Peduli yang dibentuk pada
tanggal 23 – 25 Februari 1998. Bandung Peduli adalah gerakan kemanusiaan yang
memfokuskan kegiatannya pada upaya menolong orang kelaparan, dan mengentaskan
orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam melakukan kegiatan,
Bandung Peduli berpegang teguh pada wawasan kemanusiaan, tanpa mengindahkan
perbedaan suku, ras, agama, kepercayaan, ataupun haluan politik.
Oleh karena sumbangan dari para dermawan tidak terlalu besar
bila dibandingkan dengan permasalahan kelaparan dan kemiskinan yang dihadapi,
maka Bandung Peduli melakukan targetting dengan sasaran bahwa orang yang
dibantu tinggal di Kabupaten/ Kotamadya Bandung, dan mereka yang tergolong
fakir. Golongan fakir yang dimaksud adalah orang yang miskin sekali dan paling
miskin bila diukur dengan “Ekuivalen Nilai Tukar Beras”.
Source:
Nugroho, Gunarso Dwi.2006. Modul Globalisasi. Banyumas. CV.
Cahaya Pustaka
Santoso Slamet, dkk. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Unsoed
: Purwokerto.
Santoso, Djoko. 2007. Wawasan Kebangsaan. Yogyakarta. The
Indonesian Army Press
Riyadi, Slamet dkk. 2006. Kewarganegaraan Untuk SMA/ MA.
Banyumas. CV. Cahaya Pustaka.
www.pu.go.id/publik/p2kp/des/memahami99.html
www.geocities.com/rainforest/canopy/8087/miskin.html
http://fosmake.blogspot.com/20/07/08/kemiskinan-25.html
0 komentar:
Posting Komentar